Hello.
Hari ini saya sedikit terhenyak dengan pemberitaan yang tidak sesuai di media sosial tentang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Antara lain pemberitaan berikut.
Saya ingin mencoba memberikan pandangan lain mengenai kenaikan NJOP dan PBB. Saat ini, kewenangan pengenaan nilai NJOP dan PBB ada di daerah. Kenapa? karena hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam undang-undang tersebut ditetapkan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dialihkan menjadi pajak kabupaten/kota (sebelumnya pajak pemerintah pusat) dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2011.
Kenapa kok saya berani untuk mencoba memberikan pandangan terkait dengan hal tersebut? Hehe. Begini ceritanya, beberapa minggu yang lalu tepatnya tanggal 6 Oktober 2014, ada Project Officer dari Asian Development Bank (ADB) – Ibu Deeny Simanjuntak – yang berniat untuk bertemu dengan Walikota Kupang. Nah, kebetulan sekali, beliau adalah teman satu angkatan di Bank Indonesia dari kepala kantor saya, namun mengundurkan diri karena menikah dengan sesama pegawai Bank Indonesia. Pertemuan tersebut adalah untuk membicarakan mengenai progress pengalihan dan strategi peningkatan BPHTPB di Kupang.
Kebetulan lagi, teman saya mengatur pertemuan Ibu Deeny dengan Bapak Walikota Kupang dan saya yang mengantar Ibu Deeny untuk berbincang dengan Bapak Walikota Kupang. Tidak hanya Walikota, tetapi juga Sekretaris Daerah Kota Kupang dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Kupang (Kadispenda). Disitulah Ibu Deeny bercerita mengenai strategi peralihan dari BPHTB atau mudahnya kita sebut dengan NJOP dan PBB tersebut diatas. Tidak lupa, Ibu Deeny juga memuji strategi dan keberanian dari Pemprov DKI Jakarta (!!!!) yang juga sukses dalam peralihan dan pengenaan NJOP dan PBB di Jakarta. Read the rest of this entry »