“Apa-apaan ini! Masak jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pemilu 2019 meninggal hingga sebanyak 559 orang??! Ada beberapa yang meninggal itu karena diracun! Dokter lho ini yang ngomong.” Data jumlah KPPS meninggal disajikan per 20 Mei 2019, bisa dibaca di sini.
Okay. Selama tiga minggu terakhir, saya bersyukur bisa menjauhkan diri dari hiruk pikuk berita pemilu. Bisa jadi karena tutup mata dan telinga, atau karena load kerjaan yang lagi tinggi-tingginya. Eh, lha kok harus terpaksa mendengar kembali obrolan tentang pemilu pada saat mudik di sebuah kabupaten kecil di Jawa Timur.
Untuk dapat berdiskusi tentang klaim sepihak atas penyebab meninggalnya KPPS, mari kita gunakan pendekatan ilmu peluang dan tabel kematian (mortality statistics) yang biasa digunakan oleh aktuaris dalam perhitungan jumlah klaim yang akan terjadi di sebuah perusahaan asuransi jiwa (ekspektasi klaim = ekspektasi jumlah orang meninggal x rata-rata pertanggungan asuransi). Kita akan gunakan pendekatan simpel untuk memperoleh angka ekspektasi jumlah orang meninggal.

Bisakah pendekatan tersebut digunakan untuk menghitung ekspektasi jumlah orang meninggal? Tentunya bisa, dengan pendekatan law of large number. Mari kita telaah dulu berita dan informasi mengenai kejadian meninggalnya anggota KPPS.
Pertama-tama, perlu kita ketahui, apakah seluruh anggota KPPS yang meninggal tersebut terjadi pada waktu yang berdekatan (selang 1 – 3 hari)? Ternyata tidak. Anggota KPPS meninggal pada hari yang berbeda, diketahui bahwa terdapat 119 orang yang meninggal per tanggal 23 April 2019 (link), 230 orang meninggal per 26 April 2019 (link) dan terakhir tanggal 20 Mei 2019 jumlah orang meninggal bertambah hingga menjadi sebanyak 559 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa kematian anggota KPPS terjadi secara gradual dan tidak langsung terjadi secara mendadak dalam waktu yang berdekatan.
Ilustrasi kematian secara gradual adalah: pada hari ini meninggal sebanyak 10 orang, besok meninggal sebanyak 12 orang, lusa tidak ada yang meninggal, dan seterusnya.
Perlu kita ketahui bahwa sebab orang meninggal ada banyak, bisa karena memang sakit dari awal, kecelakaan, atau memang sudah kehendak oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua, jumlah anggota KPPS di pemilu tahun 2019 adalah sebanyak 7.385.500 orang. Saya mengasumsikan bahwa jumlah anggota KPPS adalah masuk pada jumlah bilangan besar. Emang iya? Yap. Jumlah pemegang polis asuransi jiwa individual yang ditanggung oleh perusahaan asuransi Prudential (perusahaan asuransi jiwa terbesar di Indonesia) di tahun 2017 saja hanya sebanyak 2.863.269 jiwa. Pemenuhan atas dua asumsi tersebut membuat saya yakin bahwa perhitungan kemungkinan ekspektasi jumlah KPPS meninggal dalam pemilu dapat didekati dengan matematika aktuaria atau dengan pendekatan historis dengan mengacu pada jumlah kematian atas polis asuransi jiwa milik perusahaan asuransi.
Saya tidak akan membahas pendekatan matematisnya di sini. Tapi kalau anda ingin melakukannya sendiri, silahkan menggunakan parameter yang tersedia pada situs ini. Saya akan menggunakan pendekatan yang lebih mudah dipahami yaitu pendekatan historis yang didasarkan pada polis asuransi jiwa individu x jumlah kematian pemegang polis per tahun. Data diperoleh dari Buku Statistik Perasuransian Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. File dapat diunduh di alamat ini.
Berdasarkan 10 terbesar jumlah polis asuransi jiwa (tidak termasuk asuransi kesehatan dan kematian akibat kecelakaan) dengan perbandingan atas kematian anggota KPPS tahun 2019, diperoleh data sebagai berikut:

*asumsi 1 bulan KPPS bekerja sejak tanggal 17 April 2019 – 17 Mei 2019
Dari data tersebut diketahui bahwa kematian Anggota KPPS yaitu sebanyak 559 jiwa dibandingkan dengan jumlah anggota yang sebanyak 7.385.500 jiwa adalah sangat rendah yaitu 0,008%. Terendah dibandingkan dengan perusahaan asuransi jiwa yang sangat selektif dalam memberikan polis. Angka tersebut bahkan lebih rendah daripada % kematian pada Asuransi Cigna yang sebesar 0,009%. Jumlah kematian pada perusahaan asuransi seharusnya memang tergolong rendah karena mereka melakukan medical check-up atas kesehatan pihak yang diasuransi apabila usianya di atas 40 tahun, screening kesehatan secara umum, dan proses seleksi lainnya. Seharusnya angka jumlah kematian tergolong lebih rendah jika dibandingkan dengan KPU yang penunjukkannya tidak memperhatikan aspek kesehatan secara menyeluruh.
Apabila ada pihak yang melakukan klaim bahwa kematian anggota KPPS adalah sebuah tragedi pemilu, maka jumlah % kematiannya harusnya di atas 0,030% dari anggota KPPS atau lebih dari 2.200 jiwa. Apabila memang terjadi kematian hingga 2.200 jiwa, maka kita bisa beradu argumen bahwa memang terdapat pihak yang menyengaja terjadinya kematian anggota KPPS. Masalahnya adalah, jumlah kematiannya masih tergolong rendah.
So? buang jauh2 praduga tersebut. Bicara dengan data dan fakta, jangan termakan hoaks. Kematian tidak boleh dipolitisir tanpa argumen yang cukup dan terukur.
Happy Iedul Fitri everyone. Semoga kita masih bisa hidup dan bertemu dengan Idul Fitri di tahun yang akan datang.
Cheers! 😀