Beberapa hari yang lalu, mantan menteri keuangan kita, yang juga adalah seorang Ekonom, yaitu Bapak Chatib Basri, nge-twit tentang keakuratan atas prediksinya yang di tulis pada akhir tahun lalu. He got it right, ditambah dengan pernyataan bahwa kalau ekonom memprediksi akurat, itu kebetulan saja.

image

Kalau ada yang ingin baca tulisannya, bisa dilihat di link berikut ini: Tantangan belum berakhir. I think that this shows us how humble Pak Chatib Basri is. Banyak orang yang biasanya menyombongkan diri kalau bisa menebak sesuatu dengan tepat, apalagi kalau itu adalah hal yang besar.

Terus, kalau memang proyeksi seorang ekonom sering salah, dan bahkan apabila benar lalu dikatakan bahwa itu cuman keberuntungan, terus apa gunanya seorang ekonom memproyeksi kondisi ekonomi ke depan? Ekonom memproyeksi masa depan untuk memberikan warning atau arahan yang perlu dipersiapkan apabila proyeksi tersebut benar-benar terjadi. Kita perlu memiliki awareness agar kita dapat bersiap diri untuk hal yang akan datang. Gampangnya, ramalan akan terjadinya hujan mungkin belum tentu benar terjadi, tapi kita bisa perlu bersiap untuk memiliki dan membawa payung (sedikit tulisan saya yang terdahulu tentang forecasting dapat di baca di link ini).

Tetap sih, butuh skill untuk membuat proyeksi yang baik. Kalau misalnya proyeksi kita salah terus, ngapain orang aware terhadap proyeksi kita. Awareness comes at cost. Misalnya, bawa payung tapi tidak terjadi hujan. Ada buku menarik yang membahas tentang luck and skill yaitu buku karangan Michael J. Mauboussin: The Success Equation: Untangling Skill and Luck in Business, Sports, and Investing. Intinya dapat di lihat pada gambar di bawah ini:

Pure 100% skill only exist at chess, but not so much at (many) market activities.

Read the rest of this entry »

Advertisement