Bocor dan kebocoran anggaran saat ini menjadi hit. Hal tersebut disebabkan oleh salah satu Capres yang mengatakan bahwa banyak hal yang seharusnya menjadi pendapatan pemerintah/negara namun malah dinikmati oleh pihak lain.

Saat ini saya ingin urun angan untuk hal tersebut namun dipandang dari sisi pengeluaran, bukan dari sisi pendapatan yang menurut saya saat ini masih lebih tepat disebut sebagai opportunity loss. Selain itu, mengingat pengetahuan saya yang terbatas, saya hanya akan mencoba membahas dari skala pemerintah dalam lingkup yang lebih kecil yakni pemerintah daerah NTT.

Anggaran Belanja pemerintah daerah (contohnya: Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, terpisah dari kabupaten/kota lainnya yang ada di wilayah NTT) utamanya tersusun sebagai berikut:

nominal dalam rupiah penuh
Uraian Jumlah
BELANJA TIDAK LANGSUNG          1.756.409.172.000
Belanja Pegawai              485.428.565.000
Belanja Hibah              923.507.620.000
Belanja Bantuan                40.940.000.000
Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa              254.525.387.000
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa                34.507.600.000
Belanja Tidak Terduga                17.500.000.000
BELANJA LANGSUNG              981.651.707.000
Belanja Pegawai                78.695.054.600
Belanja Barang dan Jasa              490.379.722.050
Belanja Modal              412.576.930.350
lUMLAH BELANlA          2.738.060.879.000

Sumber dana proyek umumnya adalah dana Belanja Langsung yakni Belanja Barang dan Jasa dan Belanja Modal.

Proyek pengadaan pemerintah dilakukan melalui salah satu proses sebagai berikut: penunjukan langsung, pemilihan langsung dan lelang. Pembagian tersebut utamanya didasarkan pada plafon pengadaan yang akan dilaksanakan dengan urutan besar anggaran adalah penunjukan langsung (terkecil), pemilihan langsung dan lelang (terbesar).

Penggunaan anggaran pemerintah yang tidak sesuai (bocor) umumnya terjadi pada proses pemilihan langsung dan lelang.

Pengerja proyek anggaran (sebut saja kontraktor) tersebut umumnya tidak sepenuhnya menggunakan dana pribadi dalam pengerjaan proyek tersebut. Mengingat pekerjaan saya di bidang jasa keuangan, sedikit banyak saya memiliki informasi mengenai sumber dana pengerjaan proyek.

Paling tidak, berdasarkan pengetahuan saya, rata-rata 50% dana yang digunakan untuk pengerjaan proyek tersebut berasal dari pinjaman pada Bank. Bahkan tujuan penggunaan oleh 25 debitur terbesar pada cabang- cabang bank di daerah didominasi untuk tujuan penggunaan pengerjaan Proyek.

Selain itu, debitur besar yang juga merupakan pekerja proyek tersebut, berdasarkan laporan keuangannya, juga memperoleh keuntungan yang tidak sedikit setiap tahunnya. Keuntungan tersebut berasal dari pengerjaan proyek Pemerintah Daerah.

Jarang saya temui kontraktor yang mengerjakan proyek tanpa meminjam dari bank terlebih dahulu. Kontraktor umumnya meminjam uang dari bank karena pemerintah baru akan membayar proyek sesuai termin atau setelah selesainya proyek dikerjakan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kontraktor sebenarnya tidak memiliki uang cash yang cukup jika untuk mengerjakan proyek, jika tidak meminjam dari bank.

Masalahnya yang timbul atas hal tersebut adalah adanya penambahan beban bunga dalam cost of capital dan struktur biaya dari kontraktor dalam pengerjaan proyek. Pertanyaannya adalah, bagaimana bisa kontraktor tersebut masih memperoleh margin yang cukup besar dengan mengingat beban pengerjaan proyek yang tidak sedikit tersebut?

Adalah suatu hal yang aneh jika teman-teman menemukan pengusaha yang kaya dari hasil pengerjaan proyek. Tidak sedikit pengusaha yang seperti itu di NTT. Banyak sekali pengusaha yang kaya dari hasil perolehannya mengerjakan proyek.

Kalau misalnya dari anggaran pengadaan sebesar Rp900 Milyar tersebut diatas, 70% adalah pengadaan melalui pemilihan atau lelang (sebesar Rp630 Milyar), saya yakin bahwa sedikitnya terdapat kebocoran anggaran sebesar 10% atau sebesar Rp63 Milyar. Jumlah yang tidak sedikit.

proyek hambalang

Ironis bukan? Bukankah seharusnya pemerintah menetapkan bahwa biaya pengerjaan proyek tersebut dengan margin (keuntungan) +10% sesuai Harga Perkiraan Sendiri (HPS)? Bukankah seharusnya HPS tersebut ditetapkan seketat mungkin?

Dari hasil analisis laporan keuangan kontraktor juga memberikan bukti bahwa margin yang diperoleh untuk pengerjaan proyek adalah sangat besar, hingga 30%! Hal ini menunjukkan ada yang salah dalam pengelolaan proyek pengadaan kita. Entah disebabkan karena manipulasi HPS, manipulasi barang yang diterima dan atau adanya kongkalikong antara kontraktor dengan pemerintah sebagai pemilik proyek atau dengan kata lain korupsi. Rahasia publik?!

Saya yakin bahwa masih ada segelintir kontraktor yang jujur. Namun demikian, hal tersebut perlu didukung sistem yang memadai oleh Pemerintah Daerah. Saya mendukung hal yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta yang mengkoreksi anggaran belanja dinas Pekerjaan Umum/PU (konon merupakan dinas dengan proyek terbanyak di seluruh daerah).

Ahok yang menjabat Wagub DKI tahun 2012 menyatakan bahwa:

Hitungan satuan PU terlalu tinggi jadi saya potong 25 persen dan dikembalikan ke APBD. Ada dua pilihan, nilainya dipotong atau proyek itu dihapus dan akan dibangun menggunakan uang operasional saya,” tegas Ahok dihadapan para petinggi Dinas PU DKI Jakarta.

sumber berita di sini.

Dan ternyata, usut punya usut, pada tahun yang sama Gubernur DKI yakni Jokowi dibisiki kontraktor yang mengerjakan proyek bahwa mereka siap dipotong anggarannya hingga 30% selama pemerintah tidak mengenakan biaya-biaya lainnya dalam pengerjaan proyek dan mempermudah administrasi proyek. Hebat kan?!

Selain itu, ada testimoni dari kontraktor di youtube.com sebagai berikut:

Mengurus Perizinan/Proyek di Era Jokowi. Must see!

Saya berharap akan semakin banyak daerah seperti DKI Jakarta yang berusaha keras untuk mengurangi kebocoran anggaran di bidang pengadaan pemerintah dan proyek. Hal yang telah dilakukan oleh DKI Jakarta tersebut saya harap dapat dicontoh oleh daerah lainnya.

Baiklah, demikian posting saya di minggu-minggu yang masih terasa suasana lebarannya. Mari kita awasi pemerintah kita =)

Selamat Berlebaran, Mohon Maaf Lahir dan Batin =)

Advertisement