Posting kali masih berkaitan dengan status yang kali ini sedang hangat-hangatnya yakni Kenaikan Harga Gas LPG. Salah satu penyebab kenaikan harga gas LPG tersebut adalah disebabkan oleh Melemahnya nilai tukar Rupiah yang seharusnya menjadi tugas Bank Indonesia untuk menjaganya.
Apa sih nilai tukar Rupiah itu? nilai tukar Rupiah adalah jumlah rupiah yang harus kita bayarkan atau kita terima ketika kita menukarkan Rupiah dengan mata uang negara, misalnya Dolar.
Untuk itu, marilah kita coba menganalogikan nilai tukar dengan ilustrasi toko roti sebagai berikut:
Sebutlah ada 2 toko roti, Toko Roti “Negara Maju” dan Toko Roti “Negara Berkembang” selanjutnya disebut toko roti Maju dan toko roti Berkembang.
Kedua toko roti terletak berdekatan namun berseberangan jalan yakni Jalan Dunia Pertama dan Jalan Dunia Ketiga. Masing-masing jalan diisi dengan jumlah penduduk yang berbeda dan dengan penghasilan yang berbeda pula.
Toko Roti Maju menyediakan roti Tawar dan roti Tart dan Toko Roti Berkembang menyediakan roti Tawar dan roti Bolu. Masing-masing roti dibuat dengan biaya dan tenaga kerja yang sama, namun tentunya memiliki cita rasa yang berbeda.
Toko Roti Berkembang tidak dapat menyediakan roti Tart karena mereka tidak memiliki sumber daya ataupun tenaga untuk membuat roti tersebut. Demikian sebaliknya untuk roti Bolu.
Masing-masing toko roti mengeluarkan Voucher yang dapat digunakan hanya untuk membeli barang di masing-masing toko roti. Sehingga voucher maju hanya dapat digunakan untuk membeli roti di Toko Roti Maju sedangkan voucher berkembang hanya dapat digunakan untuk membeli roti di Toko Roti Berkembang.
Voucher tersebut dikeluarkan dengan jumlah terbatas (tidak harus sama antara roti maju dan roti berkembang) dan tercatat oleh masing-masing toko roti. Voucher tersebut telah diberikan kepada seluruh penduduk dengan menggunakan parameter tertentu.
Pada suatu ketika, konsumen yang ada di lokasi tersebut (baik di jalan Dunia Pertama maupun jalan Dunia Ketiga) lebih memilih roti Tart yang terkenal jauh jauh lebih enak dan bergizi.
Lah gimana caranya orang yang ada di Daerah Dunia Ketiga bisa membeli roti tart sedangkan mereka hanya punya voucher berkembang dan voucher tersebut tidak dapat digunakan untuk membeli roti tart?
Jawabannya bisa, yakni dengan cara menukarkan voucher mereka dengan penduduk di Dunia Pertama yang ingin membeli roti Bolu yang tidak tersedia di Toko Roti Maju.
Masalahnya adalah: berapa harga yang pantas untuk voucher berkembang tersebut dengan preferensi penduduk di Dunia Pertama terhadap roti Bolu sedangkan mereka ingin memakan roti Tart?
Pastinya tidak 1:1, bisa saja 1:2, 11:13, atau bahkan hingga 1:12.000 disebabkan saking butuhnya mereka ingin membeli roti Tart dari Toko Maju.
Sekarang, jadikan ini lebih kompleks dengan menambahkan toko roti, pilihan menu roti dan parameter lainnya agar lebih mirip dengan kenyataan aslinya dari Nilai Tukar atau currency yang ada di dunia.
—————————————————————————————–
Itulah sedikit gambaran mengenai nilai tukar.
Nah, tadi saya sebut Bank Indonesia, mana hubungan Bank Indonesia dengan nilai tukar tersebut?
Ilustrasinya begini:
Tambahkan lagi kompleksitas sebagai berikut, ternyata di masing-masing daerah tersebut, terdapat 1 (satu) bank voucher yakni bank voucher maju yang menyimpan voucher yang telah diperoleh mereka dengan menukarkan voucher masing-masing daerah namun kemudian tidak digunakan untuk membeli roti. Jadi bank voucher maju telah menukarkan sejumlah voucher maju dengan voucher berkembang untuk kemudian disimpan jika suatu saat ada penduduk daerah maju yang ingin menukarkan dengan voucher berkembang.
Tambahkan lagi kompleksitas bahwa masing-masing bank voucher menetapkan kebijakan pribadi demi kepentingan masing-masing.
Bank Voucher tadi bisa saja menggelontorkan seluruh voucher yang ada pada mereka dengan menjual voucher maju dengan voucher berkembang di bawah nilai pasar. Namun Bank Voucher tadi akan kehabisan voucher yang selanjutnya akan berdampak juga pada kebutuhan voucher yang akan datang.
Lah, kok bisanya cuma menggelontorkan voucher?
Hehe.. Tidak hanya itu juga sih,, Bank voucher termasuk dengan mengeluarkan produk-produk lainnya terkait voucher yakni produk swap, hedge dan lainnya.
Tapi pastinya Bank Voucher itu tidak menyelesaikan masalah. Seperti ilustrasi tersebut diatas, bahwa permasalahan utamanya adalah karena keinginan penduduk di daerah Berkembang –> menginginkan roti Tart yang hanya tersedia di daerah Maju –> Toko Roti Berkembang belum dapat membuat roti Tart.
Itulah permasalahan struktural yang dihadapi. Termasuk juga di Indonesia.
Dolar vs rupiah adalah permasalahan struktural..
Pada intinya intervensi BI itu adalah semacam obat pereda nyeri yang dapat menyembuhkan sakit nyeri bagi orang sakit yang punya gaya hidup ga sehat + makannya ga diatur
Bisa menyembuhkan nyeri sementara, tapi supaya tetep sehat, pastinya Indonesia/orang itu perlu olahraga dan memiliki gaya hidup sehat begitu.
Apa gaya hidup sehatnya? Kurangi impor, tingkatkan pengetahuan teknologi dan lainnya.
Hehe,, Jauh amat ya postingnya dari LPG ke toko roti..
Demikian dulu deh postingnya. Nanti kalau ada kesempatan kita elaborasi lagi. =)
Cheers,
Aku Cinta Rupiah!
[…] Dulu saya pernah membahas mengenai konsep nilai tukar tersebut di tulisan saya pada awal tahun ini: Toko roti dan nilai tukar. […]