Beberapa minggu lalu, ketika saya jalan-jalan ke Lumajang dan kebetulan ngobrol tentang warisan dari Saudara lainnya, saya menjadi teringat bahwa ada satu hal yang mengganggu di pikiran saya terkait dengan warisan.
Apa sih warisan itu? Warisan adalah peninggalan dari orang (biasanya orang tua dan Saudara tapi tidak menutup kemungkinan juga pemberian dari orang lain) yang sudah meninggal. Kalau peninggalan tersebut diberikan sebelum orangnya meninggal maka disebut dengan Hibah.
Dalam islam, Hukum Waris diatur dalam surat An-Nisa ayat 11 dan 12.
Harta waris tersebut secara hukum memang telah menjadi hak milik bagi penerima waris. Meskipun demikian, saya berpendapat bahwa penerima tersebut bertanggung jawab atas pengelolaan dan penggunaan Warisan dimaksud.
Masyarakat dan Ahli Waris perlu diedukasi mengenai penggunaan Warisan tersebut sebagai bagian dari edukasi keuangan. Karena sangat disayangkan kalau warisan yang berupa Aset, misalnya tanah, harus berpindah tangan (dibeli orang lain) karena kebutuhan dana dari pemilik warisan.
Contohnya adalah kasus sebagai berikut:
Sebut saja ada keluarga Bapak Adi yang memiliki 2 orang anak bernama Budi dan Chandra. Bapak Adi memiliki tanah pekarangan (pertanian) dengan luas 2 hektar. Sepeninggal Bapak Adi, tanah tersebut diwariskan kepada 2 orang anak tersebut sehingga masing-masing mendapat 1 hektar tanah dimaksud.
Budi dan Chandra kemudian menjadi dewasa dan masing-masing telah menikah dan masing-masing mempunyai 3 orang anak. Sepanjang hidup mereka berdua, tanah tersebut dikelola dengan baik oleh Budi dan Chandra sehingga mampu memenuhi kebutuhkan hidup sehari-hari. Chandra sendiri bahkan dapat menghasilkan 3 unit rumah atas pengelolaan tanah tersebut.
Ternyata, Chandra kemudian meninggal dan kemudian mewariskan tanah tersebut kepada 3 orang anaknya sehingga masing-masing mendapatkan 1 rumah dan warisan tanah yang sama dengan luasan yang relatif kecil yakni 1/3 bagian dari tanah tersebut yakni 0,33 hektar.
Nah, disinilah terjadi permasalahan atas pengelolaan tanah tersebut. Tanah yang seluas 0,33 hektar tersebut sudah tidak lagi memenuhi aspek economics of scale yang menyebabkan pengelolaan tanah tersebut tidak lagi menghasilkan uang dalam jumlah yang memadai.
Selain aspek economics of scale tersebut, bisa jadi warisan tersebut tidak tepat jika diberikan kepada masing-masing anak khususnya terkait dengan skill untuk pengolahan tanah yang bisa berbeda satu dengan yang lainnya sehingga anak yang merasa tidak dapat mengolah tanah tersebut akhirnya akan menjual warisan tersebut. Read the rest of this entry »